Peringatan Hari Buku Nasional 2025: Budaya Membaca di Indonesia
Daftar Pustaka
Pada 17 Mei 2025, Indonesia kembali memperingati Hari Buku Nasional—momen penting yang tidak hanya dirayakan oleh kalangan akademisi, tetapi juga masyarakat umum yang mencintai dunia literasi. Di tengah tantangan era digital dan penurunan minat baca, Hari Buku Nasional menjadi panggilan moral untuk merevitalisasi budaya membaca di Tanah Air.
Sejarah dan Makna Hari Buku Nasional
Pada tahun 2002 Hari Buku Nasional pertama kali diperingati di Indonesia. Tanggal 17 Mei dipilih bertepatan dengan peresmian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) pada 17 Mei 1980. Tujuan utamanya adalah menumbuhkan minat baca masyarakat serta meningkatkan kesadaran pentingnya buku dalam pembangunan bangsa.
Buku adalah jendela dunia. Melalui buku, masyarakat bisa memperluas wawasan, memperdalam ilmu pengetahuan, dan membentuk pola pikir kritis. Dalam konteks Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dan wilayah geografis yang luas, akses terhadap buku menjadi tantangan tersendiri yang harus diatasi secara kolaboratif.
Hari Buku Nasional 2025: Rangkaian Kegiatan di Berbagai Daerah
Di tahun 2025, peringatan Hari Buku Nasional disambut dengan berbagai kegiatan edukatif di berbagai daerah. Di Jakarta, Perpusnas menggelar “Pekan Literasi Nasional” yang menghadirkan diskusi buku, pameran pustaka, pelatihan penulisan kreatif, serta peluncuran koleksi buku digital terbaru.
Sementara itu, di Surabaya, komunitas literasi mengadakan kegiatan “Buku untuk Semua” yang melibatkan donasi dan distribusi buku ke pelosok desa. Anak-anak usia sekolah di pelosok Lamongan hingga Sumenep mendapat kiriman buku bacaan anak yang menarik dan mendidik.
Di Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai kota pelajar, digelar festival literasi bertema “Membaca Dunia Lewat Kata” yang memadukan diskusi dengan para penulis, pembacaan puisi, dan pertunjukan seni. Kegiatan ini menunjukkan bagaimana literasi dapat berkolaborasi dengan budaya dan kreativitas.
Hari Buku Nasional 2025: Tantangan Literasi di Era Digital
Meskipun teknologi telah memudahkan akses terhadap informasi, minat baca belum tentu meningkat. Survei terbaru dari UNESCO menyebutkan bahwa rata-rata minat baca masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Salah satu penyebabnya adalah pergeseran perhatian generasi muda ke media sosial, video pendek, dan hiburan instan.
Namun, ini bukan halangan mutlak. Platform digital juga dapat menjadi alat untuk meningkatkan minat baca. E-book, aplikasi perpustakaan digital, dan podcast bertema buku mulai digandrungi. Pemerintah dan swasta harus dapat memanfaatkan momentum ini untuk mengembangkan ekosistem literasi yang relevan dengan perkembangan zaman.
Hari Buku Nasional 2025: Peran Pemerintah dan Lembaga Terkait
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan bahwa literasi merupakan fondasi pendidikan yang tidak bisa ditawar. Melalui program Gerakan Literasi Nasional (GLN), pemerintah mendorong sekolah untuk menyediakan ruang baca yang nyaman, melibatkan siswa dalam kegiatan membaca rutin, dan menyelenggarakan lomba literasi.
Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dalam pidatonya pada Hari Buku Nasional 2025 menegaskan bahwa buku bukan hanya alat belajar, tetapi sarana membentuk karakter dan peradaban bangsa. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta membangun ekosistem literasi yang inklusif, terutama bagi daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Hari Buku Nasional 2025: Peran Komunitas dan Masyarakat
Tidak bisa dipungkiri, geliat literasi di akar rumput banyak digerakkan oleh komunitas dan pegiat literasi. Di berbagai daerah, taman bacaan masyarakat (TBM) menjadi motor penggerak literasi. Mereka menyediakan buku secara gratis, menggelar kelas menulis, hingga membuat kegiatan membaca bersama anak-anak.
Salah satu kisah inspiratif datang dari Rina, pendiri TBM “Langit Ilmu” di pelosok Kalimantan. Dengan koleksi buku seadanya dan semangat besar, ia menginspirasi ratusan anak untuk mencintai dunia baca. Kisah seperti inilah yang menjadi bukti bahwa literasi bukan sekadar jargon, tapi aksi nyata yang berdampak besar bagi generasi muda.
Literasi dan Masa Depan Indonesia
Kemajuan suatu bangsa sangat berkaitan erat dengan tingkat literasi penduduknya. Negara-negara maju seperti Jepang, Finlandia, dan Jerman menempatkan budaya membaca sebagai salah satu pilar pembangunan. Mereka memiliki sistem pendidikan yang mendukung minat baca sejak dini.
Indonesia harus menempuh jalur serupa. Investasi di bidang literasi bukan hanya urusan buku fisik, tetapi juga soal mindset, akses, dan kebijakan. Pemerintah harus memperluas jangkauan perpustakaan digital, mendukung penerbit lokal, serta menciptakan insentif untuk penulis muda.
Tidak kalah penting, orang tua juga memegang peran vital. Membacakan cerita sebelum tidur, menyediakan buku di rumah, dan memberi teladan sebagai pembaca aktif adalah cara sederhana namun efektif menanamkan budaya literasi sejak dini.
Kesimpulan
Hari Buku Nasional 2025 menjadi momen refleksi sekaligus penggerak semangat untuk menjadikan literasi sebagai budaya hidup bangsa. Di tengah tantangan zaman dan transformasi digital, semangat membaca harus terus menyala. Dukungan pemerintah, komunitas, sekolah, dan keluarga adalah kunci sukses menciptakan masyarakat yang literat dan siap menghadapi masa depan.
Membaca adalah awal dari segalanya—dari pembelajaran, pemahaman, hingga peradaban. Mari jadikan buku sebagai sahabat setia dalam perjalanan hidup, dan literasi sebagai cahaya penerang di setiap langkah kita sebagai bangsa.